PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi semakin pesat yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan hidup
manusia sehingga menuntut seseorang untuk beraktivitas dengan cepat guna memenuhi kebutuhannya tanpa memikirkan resiko-resiko yang akan
dihadapinya. Penyebab trauma pada tulang belakang yang banyak terjadi salah
satunya pada pekerja yaitu di kalangan pekerja kasar yang tidak memperhatikan
keselamatan kerja, prosedur atau cara kerja yang salah, serta kelalaian dan
kurangnya kewaspadaan terhadap pekerjaan cedera sehingga menyebabkan jatuh dari
ketinggian atau tertimpa benda-benda keras pada tulang yang mengakibatkan
susunan tulang belakang mengalami kompresi dan menyebabkan fraktur. Fraktur
kompresi terjadi karena adanya tenaga muatan aksial yang cukup besar sehingga
mengurangi daya protektif dari diskus intervertebralis dan adanya dispersi
fragmen-fragmen tulang serta akan menimbulkan gangguan neurologi.
Cedera medula spinalis adalah
cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari
ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan, olah raga. ( Sjamsuhidayat,
2004).
|
Sebuah studi menyebutkan bahwa 10% kasus
patah tulang belakang terjadi pada segmen thorakal, 4% pada segmen
thorako-lumbal, dan 3% pada lumbal yang disertai dengan kerusakan
neurologis. Tingkat insiden medulla spinalis di Amerika Serikat
diperkirakan mencapai lebih kurang 30 hingga 32 kasus setiap satu juta penduduk atau
3000 hingga 9000 kasus baru tiap tahunnya. Ini tidak termasuk orang yang
meninggal dalam 24 jam setelah cedera. Prevalensi diperkirakan mencapai
700 hingga 900 kasus tiap satu juta penduduk (200.000hingga 250.000
orang). Enam puluh persen yang cedera berusia antara 16 sampai 30 tahun dan 80%
berusia antara 16 sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera empat
kali lebih banyak daripada perempuan. Faktor etiologi yang paling sering
adalah kecelakaan kendaraan bermotor (45%), terjatuh (21,5%), luka
tembak atau kekerasan (15,4%), dan kecelakaan olah raga, biasanya menyelam
(13,4%). Lebih kurang 53% dari cedera itu adalah kuadriplegi. Tingkat neurologi
yang paling sering adalah C4, C5, dan C6 pada spina servikalis, dan T- 12 atau L-1 pada sambungan torakolumbalis. (Ardiatmi, 2008, www.ums.ac.id/939/1/J100050023.pdf,
diperoleh tanggal 29 Juni 2012).
Cedera pada kolumna vetebralis, dengan atau tanpa deficit
neurologis, harus selalu dicari dan disingkirkan pada penderita dengan cedera
multiple. Daerah thorakolumbal merupakan daerah paling sering mengalami cedera.
(Mahadewa dan Maliawan, 2009, hlm. 133)
Gejala yang timbul akibat fraktur lumbalis
adalah hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara (dalam beberapa menit
sampai 48 jam), paralisis yang bersifat layu, ileus paralitik, kencing yang tertahan
(retensi urine), hilangnya refleks-refleks yang bersifat sementara, hilangnya
reflek anus yang bersifat sementara (Rasjad, 2003, hlm. 478).
Berbagai permasalahan
yang timbul akibat fraktur kompresi vertebra lumbal antara lain: gangguan
motoris yang berupa kelemahan kedua tungkai, gangguan sensorik, potensial
terjadi komplikasi seperti syok spinal, dekubitus, gangguan
pernapasan, keterbatasan lingkup gerak sendi dan kontraktur otot, nyeri, keterbatasan untuk melakukan transfer
dan ambulasi seperti berdiri dan berjalan selain itu terdapat penurunan
kemampuan aktivitas fisik, dan lingkungan sosial, seperti aktivitas produktif
dan rekreasi. (Ardiatmi, 2008,
www.ums.ac.id/939/1/J100050023.pdf, diperoleh tanggal 29 Juni 2012).
Rasjad dalam Muttaqin (2005, hlm. 98)
mengatakan bahwa seluruh trauma tulang belakang harus dianggap sebagai trauma
yang hebat sehingga harus diperlakukan secara hati-hati. Karena trauma pada
tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang (ligamen dan
diskus), tulang belakang, dan sumsum tulang belakang yang bisa berakibat fatal
jika terjadi gerakan atau perlakuan yang salah pada penderita trauma tulang belakang. Perawat dituntut
harus kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita trauma tulang
belakang agar tidak terjadi komplikasi - komplikasi yang memperburuk kondisi
klien.
Peran perawat sebagai pemberi pelayanan
kesehatan yang paling banyak kontak dengan klien dan anggota keluarga harus
mengerti betul tentang trauma pada tulang belakang. Dengan demikian perawat harus mampu berpikir
kritis serta mampu mengidentifikasi masalah-masalah klien yang dirumuskan
sebagai diagnosa keperawatan, mampu mengambil keputusan mengenai masalah
tersebut dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga serta
mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberi asuhan keperawatan
yang optimal.
Berdasarkan data di atas penulis merasa
tertarik untuk mengangkat permasalahan fraktur lumbal dan menyusun laporan
kasus tentang asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gangguan sistem
muskuloskeletal : fraktur lumbal di ruang penyakit bedah umum pria (C) RSUD Dr.
soedarso pontianak.
B.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk :
1.
Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan fraktur lumbal.
2.
Memberikan gambaran dalam penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur lumbal.
3.
Membandingkan antara konsep teoritis dengan
fakta yang ada di lapangan tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
klien dengan fraktur lumbal khususnya di ruang penyakit bedah umum pria (C) RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
4.
Mengetahui gambaran, faktor penghambat dan
penunjang dalam asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur lumbal khususnya di ruang penyakit bedah umum pria (C) RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
5.
Mencoba memberi saran serta alternatif untuk
mencegah masalah dalam asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal : fraktur lumbal khususnya di ruang bedah umum pria
(C) RSUD Dr. Soedarso
Pontianak.
C.
Ruang Lingkup Penulisan
Pada laporan kasus ini penulis hanya membatasi pada asuhan keperawatan pada Tn. M dengan gangguan
sistem muskuloskeletal : fraktur lumbal di ruang penyakit bedah umum pria (C)
RSUD Dr. Soedarso Pontianak, dengan lama perawatan selama tiga hari dari
tanggal 14 Juni 2012 sampai dengan 16 Juni 2012.
D.
Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menggunakan metode
deskriptif yaitu metode yang menggambarkan situasi tertentu yang ada pada saat
ini berdasarkan masalah yang ada. Adapun cara-cara pengumpulan data yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku dan sumber-sumber
lainnya untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan
permasalahan dalam laporan kasus ini.
2.
Studi kasus yaitu wawancara dengan klien beserta keluarga serta
pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
dan mempelajari sumber yang diperoleh dari catatan medis, catatan keperawatan,
melakukan observasi partisipatif yaitu melakukan pengamatan, merawat langsung
klien serta bekerja sama dengan tim kesehatan lain dalam memberikan
keperawatan.
E.
Sistematika Penulisan
Laporan kasus ini terdiri dari lima bab yang
disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas konsep teoritis
yang terkait dengan Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien. Mulai dari
Anatomi Fisiologi Madula Spinalis dan Konsep Dasar Medulla Spinalis, serta Konsep Asuhan Keperawatan
Teoritis Pada cidera Medulla Spinalis.
A.
Anatomi Fisisologi
1.
Medula Spinalis
Menurut Mahadewa dan Maliawan (2009, hlm. 3) medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf
pusat yang seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis selaput pembungkus yang disebut meningen. Lihat pada gambar 2.1 dibawah ini:
mbar 2.1 Anatomi Medula Spinalis
|
Lapisan-lapisan dan struktur yang mengelilingi medula
spinalis dari luar ke dalam antara lain : Dinding kanalis vertebralis
(terdiri atas vertebrae dan ligamen), Lapisan jaringan lemak (ekstradura) yang mengandung anyaman pembuluh-pembuluh darah vena, Duramater, Arachnoid, Ruangan subaraknoid (cavitas
subarachnoidealis) yang berisi liquor cerebrospinalis, Piamater, yang kaya dengan
pembuluh-pembuluh darah dan yang Iangsung membungkus
permukaan sebelah luar medula spinalis
Berikut ini dijelaskan segmen-segmen medula spinalis menurut Mahadewa dan Maliawan (2009, hlm. 4) seperti pada gambar 2.2 dibawah
ini:
Gambar 2.2 Segmen-segmen Medula Spinalis
(Mahadewa dan Maliawan, 2009, hlm. 4)
Medula spinalis terbagi menjadi sedikitnya
30 segmen, yaitu 8 segmen servikal (C), 12 segmen thorax (T), 5 segmen lumbar
(L), 5 segmen sacral (S), dan beberapa segmen coccygeal
(Co). Dari tiap segmen akan keluar beberapa serabut saraf. Medula spinalis Iebih pendek daripada kolumna
vertebralis sehingga segmen medula
spinalis yang sesuai dengan segmen kolumna vertebralis terletak diatas segmen kolumna vertebralis tersebut (Mahadewa dan Maliawan,
2009, hlm. 6)
Dibawah ini dijelaskan mengenai penampang
melintang medula spinalis menurut Mahadewa dan Maliawan (2009, hlm. 7), lihat
pada gambar 2.3 dibawah ini:
Gambar 2.3 Penampang melintang medula spinalis
(Mahadewa dan Maliawan,
2009, hlm. 7)
2.
Kolumna Vetebralis
Menurut Syaifuddin (2006, hlm. 46) anatomi fisiologi kolumna vetebralis di
klasifikasikan menjadi ruas tulang belakang, bagian – bagian tulang belakang
dan lengkung kolumna vetebralis yang di paparkan sebagai berikut:
a.
Ruas tulang belakang
Bentuk dari
tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya sama hanya ada perbedaannya sedikit bergantung pada kerja yang
ditanganinya. Ruas-ruas ini terdiri
atas beberapa bagian:
1)
Badan ruas merupakan bagian yang terbesar, bentuknya tebal dan kuat terletak di sebelah depan
2)
Lengkung ruas, bagian yang melingkari dan melindungi lubang ruas tulang belakang, teletak di sebelah belakang dan pada
bagian ini terdapat tonjolan yaitu:
a)
Prosesus spinosus/taju duri, terdapat di tengah Iengkung ruas, menonjol kebelakang
b)
Prosesus transversum/taju sayap, terdapat di samping kiri dan kanan
lengkung
ruas
c)
Prosesus artikularis/taju penyendi, membentuk persendian dengan ruas
tulang belakang (vertebralis)
Ruas-ruas tulang belakang ini tersusun dari atas ke bawah
dan di antara masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang
disebut cakram antar-ruas sehingga tulang belakang bisa tegak dan
membungkuk. Di samping itu di sebelah depan dan belakangnya terdapat kumpulan
serabut-serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Di
tengah bagian dalam ruas-ruas tulang belakang terdapat pula suatu saluran yang
disebut saluran sumsum belakang (kanalis medula spinalis) yang di dalamnya
terdapat sumsum tulang belakang (Syaifuddin,
2006, hlm. 46).
Fungsi ruas tulang belakang menurut Syaifuddin
(2006, hlm. 52) yaitu:
1)
Menahan kepala dari alat – alat tubuh yang lain
2)
Melindungi alat halus yang ada didalamnya (sumsum tulang belakang)
3)
Tempat melekatnya tulang iga dan tulang panggul
4)
Menetukan sikap tubuh
b.
Bagian-bagian tulang belakang
Bagian-bagian tulang belakang menurut Syaifuddin
2006, hlm. 53 adalah sebagai berikut:
1)
Vertebra servikalis (tulang
leher) 7 ruas,
2)
Vertebra torakalis (tulang punggung) terdiri dari 12
ruas.
3)
Vertebra lumbalis (tulang pinggang)-terdiri dari 5 ruas.
4)
Vertebra sakralis (tulang kelangkang) terdiri dari 5
ruas.
5)
Vertebra koksigialis (tulang ekor) terdiri dari 4 ruas. Ruas-ruasnya kecil dan menjadi sebuah tulang yang disebut juga os koksigialis.
c.
Lengkung Kolumna Vertebralis
Dilihat dari samping
kolumna vertebralis terlihat ada empat kurva.atau lengkung. Lengkung vertikal, daerah leher melengkung ke depan,
daerah torakal melengkung ke belakang,
daerah lumbal melengkung ke depan dan daerah pelvis melengkung ke belakang. Sendi kolumna vertebralis
dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang terletak di antara
tiap dua vertebra yang dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan di depan dan di belakang vertebra sepanjang
kolumna vertebralis (Syaifuddin,
2006, hlm. 53).
Cakram antar-badan
vertebra adalah bantalan tebal dari tulang rawan fibrosa yang terdapat di antara badan vertebra yang dapat
bergerak. Gerakan sendi dibentuk antara cakram dan
vertebra dengan gerakan yang terbatas dan gerakannya fleksi, ekstensi, lateral, samping kiri, dan
samping kanan (Syaifuddin,
2006, hlm. 53).
Fungsi kolumna
vertebralis sebagai penopang badan yang kokoh sekaligus bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang
rawan cakram intervertebralis yang
Iengkungnya memberi fleksibilitas untuk membengkok tanpa patah. Cakram juga berguna untuk meredam goncangan yang
terjadi bila menggerakkan badan seperti waktu berlari dan meloncat,
dengan demikian otak dan sumsum belakang
terlindung terhadap goncangan (Syaifuddin, 2006, hlm. 53).
3. Persarafan Medula Spinalis
Perjalanan serabut
saraf dalam medula spinalis terbagi menjadi dua, jalur desenden dan jalur asenden. Jalur desenden terdiri dari traktus kortikospinalis lateralis, traktus kortikospinalis anterior, traktus vetibulopsinalis, traktus rubrospinalis, traktus
retikulospinalis, traktus tektospinalis, fasikulus longitudinalis medianus (Mahadewa dan Maliawan, 2009, hlm.7).
Jalur asenden antara
lain sistem kolumna dorsalis, traktus spinothalamikus, traktus spinocerebellaris dorsalis, traktus spinocerebellar ventralis, dan traktus spinoretikularis.
Terdapat banyak jalur saraf (traktus) di dalam medula spinalis. Jalur saraf tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini :
Gambar 2.5 Jalur persyarafan dalam medula spinalis
(Mahadewa dan Maliawan, 2009, hlm. 8)
4.
Peredaran darah di
medula spinalis
Menurut Mahadewa & Maliawan (2009, hlm. 11) medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteria yang mempunyai hubungan istimewa. Arteri - arteri spinal terdiri
dari arteri spinalis
anterior dan posterior serta arteri radikularis. Dapat lihat pada gambar 2.6 dibawah ini:
Gambar 2.6 Vaskularisasi medula spinalis servikalis
(Mahadewa dan Maliawan, 2009, hlm. 11)
a.
Arteri spinalis anterior dibentuk
oleh cabang kanan dan dari segmen
intrakranial kedua arteri vertebralis.
b.
Arteri
spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri
vertebralis.
c.
Arteria
radikularis dibedakan menjadi arteria radikularis posterior dan anterior.
d.
Sistem
anastomosis anterior adalah cabang terminal arteria radikularis anterior. Cabang terminal
tersebut berjumlah dua, satu menuju rostra
dan yang lain menuju ke caudal dan kedua-duanya berjalan di berjalan di garis tengah permukaan ventral
medula spinalis.
5.
Proses Penyembuhan Tulang
Kebanyakan patah tulang sembuh
melalui osifikasi endo- kendral. Ketika tulang mengalami
cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut. Namun tulang mengalami regenerasi sendiri (Smeltzer, 2002, hlm. 2266).
Menurut Smeltzer, (2002, hlm. 2266), proses terjadinya penyembuhan tulang
terbagi menjadi 10 yang akan dijelaskan seperti dibawah ini:
a. Inflamasi.'Dengan adanya patah
tulang Terjadi inflamasi, pernbengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dari hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b.
Proliferasi Sel. Dalam sekitar 5 hari,
hematoma akan mengalami. organisasi Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah,
membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast.
c.
Fibroblast dan
osteoblast (berkembang dari osteosit, kolagen dan mengontrol) akam menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid).
d.
Pembentukan Kalus. Bentuk kalus dan
volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhabungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perin waktu 3
sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang
tak bisa lagi digerakkan.
e.
Osifikasi. Pembentukan calus
mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu
patah tulang melalui proses penulangan endokondral.
Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras, pemulangan memerlukan waktu 3 sampai
4 bulan.
f. Remodeling. Tahap akhir perbaikan
patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dani pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus stres fungsional pada tulang.
B.
Konsep Dasar
Cedera Medula Spinalis
1.
Definisi
Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat
trauma indirek dari atas dan dari bawah.. (Nugroho,2011, hlm 71)
|
|
Gambar 2.8 . A, ilustrasi dislokasi pada servikal
B, foto Rontgen servikal (Arif Mutaqim, 2005, hal. 110)
2.
Etiologi
Menurut Arif
muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera
medula spinalis dalah :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industri
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari
pohon atau bangunan
5. Luka tusuk, luka tembak
6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur
Chance)
7. Kejatuhan benda keras
3.
Mekanisme Terjadinya Cedera Medula Spinalis
Menurut Arif Muttaqin (2005, hal. 98-99) terdapat
enam mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis yaitu : fleksi, fleksi dan
rotasi, kompresi vertikal, hiperekstensi, fleksi lateral, dan fraktur
dislokasi. Lebih jelasnya akan dijelaskan dibawaha ini:
a.
Fleksi.
Trauma terjadi akibat
fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
b.
Fleksi dan rotasi.
Trauma jenis ini merupakan
trauma fleksi yang bersama-sama dengan
rotasi.
c.
Kompresi vertikal (aksial).
Trauma vertikal yang
secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara
vertikal.
d.
Hiperekstensi atau retrofleksi.
Biasanya terjadi
hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi
dan ekstensi
e.
Fleksi lateral.
Kompresi atau trauma
distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
f.
Fraktur dislokasi.
Trauma yang menyebabkan
terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi pada
tulang belakang.
4.
Jenis-jenis Trauma Pada Sumsum Dan Saraf Tulang Belakang
Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum tulang belakang dan
saraf tulang belakang adalah:
1)
Transeksi tidak total.
Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi pergeseran lamina di atap
dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di
sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang
disebut hematomielia.
2)
Transeksi total. Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur tersebut disebabkan
oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di
bawah trauma.
5.
Patofisiograf
Skema 2.1 Patofisiograf Cedera Tulang Belakang
(Arif Mutaqim, 2005, hal. 100)
6.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut Mahadewa dan
Maliawan, (2009, hlm148) adalah :
a.
Foto Polos
Pemeriksaan foto polos
terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi lateral dalam keadaan fleksi dan
ekstensi mungkin berguna untuk melihat
instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis
spinolamina, artikulasi sendi facet,
jarak interspinosus. Posisi oblique berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan subluksasi facet.
b.
CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang mengenai elemen posterior
dari medulla spinalis. Fraktur dengan garis fraktur sesuai bidang horizontal, seperti
Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang baik dilihat dengan CT scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat
digunakan untuk melihat pendesakan kanal oleh fragmen tulang, dan melihat fraktur
elemen posterior.
c.
MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap
kelainan medula spinalis dan struktur ligamen. Identifikasi ligamen yang robek
seringkali lebih mudah dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita yang
menggunakan fiksasi metal, dimana akan memberikan artifact yang mengganggu penilaian.
Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI,
memungkinkan kita bisa melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligamen, diskus dan medula
spinalis). Informasi ini sangat penting untuk menetukan klasifikasi trauma,
identifikasi keadaan instabilitas yang berguna untuk memilih instrumentasi yang tepat untuk stabilisasi
tulang.
d.
Elektromiografi dan Pemeriksaan
Hantaran Saraf
Kedua prosedur ini biasanya
dikerjakan bersama-sama 1-2 minggu setelah terjadinya trauma. Elektromiografi
dapat menunjukkan adanya denervasi pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat membedakan lesi
pada medula spinalis atau cauda equina, dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral.
Sedangkan
menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 110) pemeriksaan radiologi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1)
Pemeriksaan Rontgen. Pada pemeriksaan Rontgen, rnanipulasi penderita harus dilakukan
secara hati-hati. Pada fraktur C-2, pemeriksaan posisi AP dilakukan secara
khusus dengan membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP secara lateral dan kadang-kadang oblik
dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai berikut.
2)
Diameter anteroposterior kanal spinal.
3)
Kontur,
bentuk, dan kesejajaran vertebra.
4)
Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal.
5)
Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus Ketinggian
ruangan diskus intervertebralis Pembengkakanjaringan
lunak.
6)
Pemeriksaan
CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi dan pergeseran fraktur dalam kanal spinal.
7)
Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi.
8)
Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu diskus intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam
sumsum medulla spinalis.
7. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma
tulang belakang yaitu :
1)
Pemeriksaan klinik secara teliti:
a)
Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi
motorik, sensorik, dan refleks.
b)
Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis
yang menandakan adanya fraktur dislokasi.
c)
Keadaan umum penderita.
2)
Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
a)
Resusitasi klien.
b)
Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
c)
Perawatan kandung kemih dan usus.
d)
Mencegah dekubitus.
e)
Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian
rehabiIitasi lainnya.
C.
Konsep Asuhan
Keperawatan Cedera Medula Spinalis
Menurut Arif
Muttaqim, (2005, hlm. 103-107) hal-hal yang perlu dikaji pada pasien fraktur
lumbal adalah sebagai berikut:
1.
Pengkajian.
a.
Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan
laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor
tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
b.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan
ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan
otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas
pada daerah trauma.
c.
Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak,
trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras.
Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks.
d.
Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.
e.
Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu
ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang,
seperti osteoporosis dan osteoartritis.
f.
Pengkajian psikososiospiritual.
g.
Pemeriksaan
fisik.
Pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan
B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
3)
Pernapasan.
Perubahan sistem
pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otototot
pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden
akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan
saraf di medula spinalis terputus. Dalam
beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil
pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a)
Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi
interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris.
b)
Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf
parasimpatis.
c)
Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
d)
Perkusi.
Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
e)
Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun
sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang
mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma).
4)
Kardiovaskular
Pengkajian sistem
kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) dengan intensitas sedang dan
berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing
saat melakukan perubahan posisi, dan
ekstremitas dingin atau pucat.
5)
Persyarafan
a)
Tingkat
kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Pemeriksaan fungsi
serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi
penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Klien yang telah lama mengalami
cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
b)
Pemeriksaan
Saraf kranial:
(1)
Saraf I. Biasanya tidak ada
kelainan pada klien cedera tulang belakang dan tidak ada
kelainan fungsi penciuman.
(2)
Saraf II. Setelah dilakukan
tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
(3)
Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata dan pupil isokor.
(4)
Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
(5)
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
(6)
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
(7)
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(8)
Saraf XII. Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
c)
Pemeriksaan refleks:
(1)
Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya melemah
karena kelemahan pada otot hamstring.
(2)
Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali yang didahului dengan refleks patologis.
(3)
Refleks Bullbo Cavemosus positif
d)
Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua
bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan
petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
6)
Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
7)
Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering
dida-patkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising
usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari
syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan
nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
8)
Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Arif Muttaqim, (2005, hlm. 14-15) diagnosa keperawatan yang
muncul pada Cedera Medula Spinalis adalah sebagai berikut:
a.
Ketidakefektifan
pola napas yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan atau
kelumpuhan otot diafragma.
b.
Ketidakefektifan pembersihan jalan napas yang
berhubungan dengan penumpukan sputum,
peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan batuk/batuk efektif).
c.
Penurunan perfusi jaringan perifer yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung akibat hambatan mobilitas fisik.
d.
Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular,
dan refleks spasme otot sekunder.
e.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan kemampuan
mencerna makanan dan peningkatan kebutuhan metabolisme
f.
Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan
kesadaran dan hambatan mobilitas fisik.
g.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular.
h.
Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan
kelumpuhan saraf perkemihan.
i.
Gangguan eliminasi alvi/konstipasi yang berhubungan
dengan gangguan persarafan pada usus dan
rektum.
j.
Defisit
perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik ekstremitas bawah.
k.
Risiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem
imun primer (cedera pada jaringan paru,
penurunan aktivitas silia bronkus), malnutrisi, dan tindakan invasif.
l.
Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
imobilisasi dan tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
m.
Perubahan persepsi sensori yang berhubungan dengan
disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensori.
n.
Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan prognosis
kondisi sakit, program pengoba tan, dan lamanya tirah baring.
o.
Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional,
ancaman terhadap konsep diit, dan perubahan status kesehatan/status ekonomi/ fungsi peran.
p.
Ansietas keluarga yang berhubungan dengan keadaan yang
kritis pada klien.
q.
Risiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang
berhubungan dengan ketegangan akibat krisis
situasional.
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan Kaji nyeri yang dialami klien
1)
kaji faktor yang menurunkan toleransi nyeri
2)
kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri
3)
Pantau tanda- tanda vital
4)
Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
5)
Kolaborasi dalam pemberian obat Analgetik
b.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur lumbalis
1)
Tingkatkan
mobilitas dan pergerakan yang optimal
2)
Tingkatkan
mobilitas ekstremitas atau Latih rentang pergerakan sendi pasif
3)
Posisikan
tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi
4)
Anjurkan
keluarga untuk memandikan klien dengan air hangat.
5)
Ubah
posisi minimal setiap 2 jam sekali
6)
Inspeksi
kulit terutama yang bersentuhan dengan tempat tidur
c.
Inkontinensia
defekasi bd kerusakan saraf motorik bawah
1)
Kaji
adanya gangguan pola eliminasi (BAB)
2)
observasi
adanya peses di pampers klien
3)
Anjurkan
kepada klien untuk memberi tahu perawat atau keluarga kalau terasa BAB
4)
Anjurkan
kepada keluarga untuk sering mengawasi klien
5)
Jelaskan
kepada klien tentang adanya gangguan pola eliminasi
d.
Defisit
perawatan diri: mandi
1)
Kaji
keadaan umm klien
2)
Kaji
pola kebersihan klien
3)
Lakukan
personal hygiene (mandi) pada klien
4)
Libatkan
keluarga pada saat memandikan
e.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
1)
Kaji
tingkat pengetahuan klien
2)
Kaji
latar belakang pendidikan klien
3)
Berikan
penkes kepada klien dan keluarga tentang penyakit dan diit makanan yang dapat
mempercepat penyembuhan
4)
Berikan
kesempatan klien untuk bertanya
5)
Evaluasi
dari apa yang telah disampaikan
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
Bab ini
berisikan laporan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan
gangguan Sistem
Muskuloskeletal; Fraktur Lumbal di ruang
Bedah Pria (C) RSDS Dr.Soedarso Pontianak, yang
dilaksanakan dari tanggal 14 Juni 2012 sampai dengan
tanggal 16 Juni 2012.
A. Pengkajian
1.
Identitas
Klien
Klien bernama Tn. S, umur 35 tahun dan sudah
menikah, klien beragama islam, bersuku melayu, pendidikan terakhir klien hanya
tamatan SD saaat ini klien bekerja sebagai seorang penambang emas, klien
berasal dari desa nanga menarin,
mentebah kapuas hulu, pada tanggal 06 Juni 2012 klien masuk RSDS dengan no RM
757759
klien di rawat di ruang Bedah Umum Pria (C) dengan diagnose medis Fraktur Lumbal.
2.
Riwayat
Kesehatan Klien
a.
Kesehatan
Masa Lalu
Klien mengatakan ia belum pernah masuk
Rumah Sakit, klien hanya menderita sakit seperti flu
dan batuk saja dan hanya membeli obat
di warung.
|
b.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Rumah
Sakit
Dua puluh hari sebelum masuk rumah
sakit RSDS Pontianak klien mengalami kecelakaan di
tempat kerjanya. Saat bekerja klien tertimpa
runtuhan tanah dengan posisi jongkok, dan beberapa saat setelah itu pada kedua kakinya terasa dingin dan tidak
bisa di gerakkan, kondisinya klien saat itu lemah sehingga klien langsung dibawa ke rumah sakit putusibau dan
mendapat perawatan, karena fasilitas yang belum memadai
di rumah sakit putusibau pada tanggal
06 Juni 2012 klien dirujuk kerumah sakit RSDS pontianak dalam keadaan
sadar
penuh
,nyeri pada daerah punggung,
tampak jejas pada punggung bagian lumbalis
dan klien mengatakan bagian kaki terasa
dingin.
2)
Keluhan
Waktu Didata
Pada waktu didata klien mengatakan nyeri pada saat klien: bergerak & diam, dengan kualitas nyeri terasa ditusuk-tusuk, klien mengatakan bagian belakangnya
(lumbalis)
terasa nyeri dengan skala 4-6
(sedang), dan nyeri nya terjadi secara terus menerus sehingga
membuat klien sulit untuk tidur. Klien juga mengatakan hanya terbaring, aktivitasnya dibantu
perawat dan keluarga, sudah 2 hari belum mandi dikarenakan keluarga klien tidak
berani untuk menggerakan klien.
3.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya
tidak terdapat penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes melitus, atau asma serta tidak ada pula yang menderita penyakit menular seperti
hepatitis, tbc, dan lain-lain.
4.
Struktur Keluarga Dan Genogram
Keterangan : :
Laki-laki
:
Perempuan
:
Laki-laki meninggal dunia
: Perempuan meninggal dunia
:
Klien
:
Tinggal serumah
5.
Data
Biologis
a.
Pola
Nutrisi
Sebelum
sakit : Klien makan
3x/ hari dengan menu bervariasi seperti nasi,
sayur mayur dan lauk pauk. Klien tidak ada pantangan
dan alergi terhadap makanan.
Saat
sakit :Klien makan 3 kali sehari dengan menu makanan yang
disediakan oleh pihak rumah sakit,
klien hanya mampu menghabiskan setengah porsi makanan yang disajikan.
b.
Pola Minum
Sebelum
sakit :Klien minum air putih ± 1000 – 1500 cc / hari. Kadang-kadang klien minum teh manis atau kopi.
Saat sakit :Klien minum ± 7- 8 gelas /hari Klien minum 1000- 1500
cc/hari air putih.
c.
Pola Eleminasi
Sebelum sakit :Klien BAK 3-5 kali atau ±1200cc sehari dengan urin
kuning jernih tanpa keluhan.
Klien BAB 1-2 kali sehari dengan konsistensi padat berwarna kuning dan tanpa keluhan.
Saat sakit :Klien terpasang kateter,
dan dalam 1 hari ada sekitar 1000cc
urine yang keluar.
Klien BAB 1-2x sehari dengan konsistensi padat tetapi klien tidak bisa mengontrol pola
BAB nya sehingga klien tidsak bisa merasakan adanya feses yang keluar,klien mengatakan klien juga tidak bisa menyadari
pada saat BAB dan tidak bisa merasakan pada saat tinjanya keluar.
d.
Pola
istirahat Tidur
Sebelum
sakit :Klien tidur + 7-8
jam/hari dengan penerangan
yang cukup, menggunakan bantal, selimut
pada malam hari dan jarang tidur pada siang hari.
Saat
sakit :Klien tidak bisa tidur, klien tidur malam hanya 2-3 jam dan tidak pernah
tidur siang.
e.
Pola kebersihan
Sebelum
sakit : Klien mengatakan mandi 2-3 kali/hari dengan sabun dan shampo serta gosok gigi pada saat mandi, potong kuku
jika panjang
Saat sakit :
Selama di rawat rumah sakit klien tidak pernah mandi, klien juga tidak pernah
diseka oleh keluarganya karena ada cedera pada tulang belakangnya, kaki tangan
dan badan klien tampak kotor.
f. Pola aktifitas
Klien
hanya beraktifitas ditempat tidur, karena klien
merasakan nyeri pada bagian belakangnya sehingga klien tidak dapat melakukan pergerakannya
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Saat dilakukan pemeriksaan
fisik, keadaan umum klien tampak lemah, tampak mengatuk, hanya bisa
beraktifitas di tempat tidur dan hanya miring kiri dan miring kanan. Saat
dikaji kesadaran klien dalam keadaan kompos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg dengan
frekuensi nadi 89x/ menit dan frekuensi pernapasan 23x/menit sedangkan suhu
tubuhnya 36,3c
b. Kepala leher dan axila
Kepala klien tampak
simetris, rambut klien hitam dan agak panjang, leher tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening, tidak adanya lesi, di axilla tidak tampak lesi, tidak
ada nyeri tekan dan tidak teraba masa.
c. Mata
Mata klien tampak
simetris, pupil klien isokor, konjungtiva tidak pucat, terdapat
lingkaran hitam disekitar mata, klien tidak menggunakan
alat bantu penglihatan,
d. Telinga
Telinga klien tampak
simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa dan tidak ada lesi, tidak ada gangguan pada fungsi pendengaran klien
e. Hidung
Hidung tampak simetris,
mukosa hidung lembab, tidak tampak sekret, tidak ada
gangguan pada fungsi penciuman klien
f. Mulut dan pharing
Mulut tampak simetris,
mukosa bibir lembab, gigi klien masih lengkap, tidak
ada gangguan reflek menelan, tidak
ada pembesaran tonsil, ovula terlihat kemerahan.
g. Dada
1)
Thorak
Saat dilakukan pengkajian Inspeksi
bentuk thorak klien simetris, tidak
terdapat lesi, tidak terdapat retraksi interkosta, pergerakan dada simetris,
irama pergerakan reguler,dan ketika di raba tidak terdapat masa, tidak terdapat
nyeri, ekspansi paru simetris, kemudian saat di auskultasi terdengar vesikuler di permukaan paru, tidak
terdengar whezing dan ronchi.
2)
Paru paru
Saat di lakukan perkusi terdengar bunyi rensonan pada lapang paru
dan ketika di auskultasi terdengar vesikuler
di permukaan paru, tidak terdengar whezing dan ronchi.
3)
Jantung
Saat dilakukan inspeksi pada jantung tidak
terlihat adanya iktus kordis pada ics 4 dan 5 dan teraba iktus kordis saat di palpasi,
dsan ketika di perkusi terdengar dullnes
pada daerah jantung, Pada pemeriksaan auskultasi terdengar bunyi S1 lub dan S2 dup, dan tidak
terdengar bunyi tambahan.
4)
Payudara
Bentuk simetris, tidak tampak
pembengkakan, tidak ada lesi, aerola berwarna kecoklatan.
h. Abdomen
Saat di inspeksi bentuk abdomen klien simetris tidak terdapat ascites, tidak
terlihat lesi, terdengar bising usus 6x/menit saat di auskultasi, saat di perkusi
terdengar dullnes didaerah hati tidak
ada hepatomegali dan splenomegali dan saat dipalpasi tidak teraba ginjal, tidak ada nyeri tekan dan
nyeri lepas.
i.
punggung.
Saat diinspeksi pada tulang belakang daerah lumbalis tampak bengkok atau terjadi deformitas kearah luar
pada lumbalis 4-5, terdapart pula massa atau benjolan, kemerahan. Saat di
palpasi terdapat nyeri tekan, teraba benjolan kearah luar. Saat di tekan pada
daerah fraktur klien tampak meringis.
j.
genetalia
dan rectum
Saat di kaji klien terpasang kateter dengan ukuran 16 G, dengan
urine yang tertampung di urine bag sebanyak 200 cc.
k.
Ekstremitas
atas : kekuatan otot pada tangan kanan 5, di tandai dengan klien mampu melawan tahanan yang diberikan, begitu pula untuk
tangan kiri klien kekuatan ototnya 5 walaupun pada tangan kiri klien terpasang
infuse klien masih mampu melawan tahanan.
bawah
: kekuatan otot kaki kiri 5 yaitu
dapat melawan tahanan yang diberikan,tonus otot padat, klien dapat merasakan
nyeri di kaki kiri., sedangkan untuk kaki kanan,kekuatan ototnya 0 karena kaki kanan klien tak bisa
digerakan dan tidak terdapat kontraksi otot, dan kaki
kanan klien juga tidak bisa merasakan sensasi nyeri yang diberikan
5 5
0
5
7.
Data
Psikologis
a.
status
emosi: status emosi klien stabil di tandai dengan klien tampak tenang dan tabah
dalam menghadapi penyakitnya.
b.
konsep
diri : klien tidak malu dengan keadaanya sekarang
Ideal diri : klien berharap penyakitnya cepat sembuh
Identitas diri : klien merasa dirinya laki laki dan memiliki istri
Peran diri : klien merasa bertanggung jawab sebagai suami
c.
gaya komunikasi ; gaya komunikasi yg klien gunakan terbuka menggunakan bahasa
melayu namun bercampur logat bahasa kapuas hulu
d.
pola
interaksi : interaksi klien dengan istri dan sahabt baik dibuktikan dengan
adanya keluarga dan sahabatnya yang mengunjungi
e.
pola
koping : pola koping klien dan keluarga baik, apabila ada masalah klien
bermusyawarah dengan keluarganya.
8.
Data
Sosial
a.
Pendidikan
dan pekerjaan
Pendidikan terakhir klien adalah SD sekarang klien bekerja sebagai penambang emas
b.
Hubungan
sosial : hubungan sosial klien terhadap keluarga baik
c.
Faktor sosiokultural : didalam
keluarga klien tidak ada tindakakn keperawatan yang betentangan dengan
kebudayaannya
d.
Gaya hidup
: klien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol
9.
Pengetahuan
Tentang Penyakit
Klien
mengatakan kurang paham dan bingung dengan penyakitnya dan
tindakan yang mengharuskan klien tidur tanpa kasur. Keluarga sempat protes terhadap perlakuan terhadap
klien yang terbaring tanpa kasur.
10.
Data Spiritual
Selama di RS klien tidak
beribadah, klien hanya berdoa ditempat tidur.
11. Data Penunjang
a. Hasil lab tanggal 14 juni 2012:
GDS 99 Hexokinase mg/dl 55-150
Ureum 39,7 UV
test mg/dl 10-50
Kreatinin 0,7 IFFE mg/dl 0,6-1,3
b.
Hasil
pemeriksaan Radiologi
Rontgen: dari hasil foto vertebra tampak deformitas pada lumba 4-5.
12. Pengobatan
infus RL : 20 tpm
Intravena
:
a. Ranitidine 2x 50mg
b. Ondansentron 3x4 gram
c. Kalnex 3×250 mg
d. Ketorolac 3×30mg
e. Methyi prednisolon 2x12mg
NO
DX
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN & KRITERIA HASIL
|
RENCANA INTERVENSI
|
RASIONAL
|
TTD &
NAMA JELAS PERAWAT
|
|
1
|
Nyeri akut berhubungan
dengan Terputusnya kontinuitas jaringan tulang.ditandai dengan
DS
:
-
Pada
waktu didata klien mengatakan nyeri pada saat klien:bergerak
& diam dengan kualitas nyeri terasa ditusuk-tusuk,klien mengatakan
bagian belakangnya (lumbalis) terasa nyeri dengan skala 4-6 (sedang), dan nyeri nya terjadi secara terus menerus sehingga
membuat klien sulit untuk tidur.
DO
:
-
Klien tampak meringis saat bergerak dan diam, dan saat di tekan tulang belakangnya,
-
tekanan darah 100/60
mmHg dengan frekuensi nadi 89x/ menit dan frekuensi pernapasan 23x/menit
sedangkan suhu tubuhnya 36,3c
-
Ada
reaksi penolakan saat di tekan pada tulang belakang
|
Nyeri akut dapat berkurang
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria
shasil:
Ds:
-
klien mengatakan nyerinya sudah berkurang
skala (1-3)
Do:
-
klien tidak meringis kesakitan lagi
-
TTV dalam batas normal
TD:
120/ 80 mmHg
N:
80x/ menit
RR:
20x/ menit
S:
36,5 C
|
1. Kaji nyeri
yang dialami klien
2. kaji faktor
yang menurunkan toleransi nyeri
3. kurangi atau
hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri
4. Pantau tanda-
tanda vital
5. Ajarkan
tekhnik distraksi dan relaksasi
6. Berikan obat
Analgetik ketorolac
|
1. perubahan
nyeri pada klien akan menetukan rencana lebih lanjut
2. ketakutan,keletihan,ketidaktahuan,monoton,dan
ketidakpercayaan orang lain sering menyebabkan penurunan toleransi terhadap
nyeri,sehingga persepsi terhadap nyeri akan meningkat
3. ketakutan,keletihan,ketidaktahuan,monoton,dan
ketidakpercayaan orang lain merupakan faktor yang dapat meningkatkan persepsi
nyeri
4. Peningktan
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi menandakan peningkatan nyeri
5. relaksasi dan distraksi merupakan metode
nonfarmakologis yang mengubah proses fikir terhadap nyeri
6. Analgetik berfungsi dalam menghambat impuls
nyeri
|
Jumadin
|
|
2
|
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan fraktur lumbalis di tandai
dengan :
DS :
- Klien mengatakan hanya
terbaring
- Klien mengatakan
aktivitasnya dibantu perawat dan keluarga
DO :
- Klien terlihat lemah
- Kaki kanan klien tidak dapat di gerakkan
- Kebutuhan klien di bantu oleh keluarga dan
perawat
- Klien hanya beraktifitas di tempat tidur dan
itu pun hanya berbaring
- Kekuatan otot
5 4
0 5
|
Hambatan mobilitas fisik teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:
DS
-
Klien
mengatakan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitas
DO:
-
Klien mampu
melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
|
1.
Kaji pola aktifitas klien
2.
Tingkatkan
mobilitas ekstremitas atau Latih rentang pergerakan sendi pasif
3.
Posisikan
tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi
4.
Anjurkan
keluarga untuk memandikan klien dengan air hangat.
5.
Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien jika di perlukan.
6.
Inspeksi
kulit terutama yang bersentuhan dengan tempat tidur
|
1.
Dengan mengetahui pola aktifitas klien maka akan mengetahui seberapa
mampu klien untuk beraktifitas.
2.
Mobilitas
rentang gerak yang optimal Mencegah kekakuan pada sendi klien
3.
Mempermudah
pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri
4.
Air
hangat akan memperlancar sirkulasi sehingga mencegah iskemi
5.
Mengawasi aktifitas klien agar klien tidak melakukan aktifitas yang dapat
memperparah keadaannya.
6.
Kemerahan
dan teraba panas pada kulit menandakan area tesebut mengalami tekanan yang
dapat menjadi dekubitus
|
Jumadin
|
|
3
|
Inkontinensia defekasi b/d
Kerusakan saraf motorik bawah yg ditandai dengan
Ds:
-
Klien
mengatakan tidak bisa mengatur BAB nya
-
Klien mengatakan pada saat BAB tinjanya keluar sendiri tanpa ada rasa
mengeluarkanya.
-
Klien mengatakan dirinya tidak menyadari pada saat BAB.
Do:
-
Terlihat
klien BAB dicelana dan klien tidak menyadarinya,
-
pada
tulang belakang daerah lumbalis tampak bengkok atau terjadi deformitas kearah luar pada lumbalis 4-5, terdapat
pula massa atau benjolan, kemerahan.
-
Klien mengalami kelumpuhan di bagian ekstremitas bawah.
-
Klien tidak menyadari bahwa dirinya BAB
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam gangguan pola eliminasi (BAB) dapat ditoleransi klien dengan kriteria
hasil
Ds:
-
Klien
memberi tahu perawat atau keluarga kalau sedang BAB
Do
Pampers atau celana
klien diganti apabila klien BAB
|
1.Kaji adanya gangguan pola eliminasi (BAB)
2.observasi adanya feses di pampers klien
3.Anjurkan kepada klien untuk memberi tahu
perawat atau keluarga kalau terasa BAB
4.Anjurkan kepada keluarga untuk sering
mengawasi klien
5.Jelaskan kepada klien tentang adanya gangguan
pola eliminasi
|
1.
Gangguan
pola eliminasi BAB biasanya ditandai dengan ketidak tahuan klien kalau
dirinya sedang BAB
2.
feses
yang terlalu lama di pampers atau pengalas klien akan meningkatkan resiko
lesi
3.
Agar
perawat atau keluarga mengetahui dan segera mengganti pempers atau celana
klien
4.
Agar
bisa mengontrol adanya peses yang tidak disadari klien
5.
Agar
klien dan keluarga mengetahui tentang adanya gangguan pola eliminasi yang
dialami klien
|
Jumadin
|
|
4
|
Defisit perawatan diri;mandi
di tandai dengan:
DS :
- Klien mengatakan sudah 2
hari belum mandi
- Klien mengatakan susah
untuk mandi
DO :
- Badan, kaki, tangan klien
tampak kotor
Klien tampak lemah
|
Deficit perawatan diri mandi teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit dengan kriteria hasil:
DS:
-
Klien
mengatakan sudah mandi
-
Klien
mengatakan badannya terasa segar
DO:
Klien sudah tampak bersih
|
1.
Kaji
keadaan umm klien
2.
Kaji
pola kebersihan klien
3.
Lakukan
personal hygiene (mandi) pada klien
4.
Libatkan
keluarga pada saat memandikan
|
1.
Keadaan
lemah mempengaruhi terhadap pemenuhan perawatan diri
2.
Perubahan
pola pemenuhan kebersihan diri sering terjadi saat hospitalisasi
3.
Agar klien tampak bersih dan segar
4.
Agar
keluarga juga mengerti cara memandikan pasien yang benar
|
Jumadin
|
|
5
|
Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan Kurang terpajannya informasi ditandai
dengan:
DS :
-
Klien mengatakan kurang faham dengan tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya yang harus terbaring tanpa kasur
-
Keluarga bertanya, “mengapa klien harus terbaring tanpa kasur
-
DO :
-
Klien & keluarga tampak bingung dengan kondisi klien yang terbaring
tanpa kasur
|
Pengetahuan klien
bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30 menit dengan kriteria
hasil:
DS:
-
Klien
mengatakan sudah faham dengan tindakan yang dillakukan terhadap dirinya
DO:
-
Klien
dan keluarga sudah tampak tidak bingung lagi
|
1.
Kaji
tingkat pengetahuan klien
2.
Kaji
latar belakang pendidikan klien
3.
Berikan
penkes kepada klien dan keluarga tentang penyakit,proses pengobatan dan diit makanan
yang dapat mempercepat penyembuhan
4.
Berikan
kesempatan klien untuk bertanya
5.
Evaluasi
dari apa yang telah disampaikan
|
1.
Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan klien maka akan lebih mudah untuk menentukan
cara yang tepat untuk penyampaian informasi
2.
Tingkat
pendidikan mempengaruhi mempengaruhi pengetahuan klien
3.
Meningkatkan
pengetahuan klien tentang pemahaman penyakit yang di alaminya.
4.
Untuk
memperjelas apa yang belum dimengerti kliean dan keluarga
5.
Untuk
mengetahui tngkat pemahaman klien tentang apa yang telah disampaikan
|
Jumadin
|
No
Dx
|
Tanggal
& Waktu
|
Catatan
Tindakan
|
Nama
& TTD
Perawat
|
1.
.
|
14 Juni 2012
07.30
07.45
08.00
08.15
08.30
08.50
15
Juni 2012
07.30
07.45
08.00
08.15
16 Juni 2012
07.30
07.40
08.00
08.15
|
-
Mengkaji nyeri yang dialami klien
H : skala nyeri klien
4-6 ( sedang)
-
Mengkaji faktor yang menurunkan
toleransi nyeri
H: pergerakan
klien mempengaruhi tingkat nyeri klien
-
Mengurangi atau menghilangkan faktor yang
meningkatkan nyeri
H: mengurangi
atau meminimalkan pergerakan klien
-
Memantau tanda- tanda vital
H :
·
TD : 100/60
mmHg
·
N : 89 x/m
·
S : 36,3c
·
RR : 23 x/m
-
Melakukan pemasangan infus
R:
klien menerima tindakan keperawatan
H:
klien terpasang infus RL 20 tpm di tangan kirinya.
-
Mengkolaborasikan obat Analgetik ketorolac 30mg drip via
infuse RL 500cc
R: klien menerima
tindakan keperawatan
H: klien tidak
meringis kesakitan lagi
-
Mengkaji ulang skala nyeri yang
dialami klien
H : skala nyeri klien
4-6 ( sedang)
-
Mengajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
R: klien mau mengikuti apa yang di ajarkan perawat
H: klien bisa
mempraktekan apa yang di ajarkan perawat
-
Memantau tanda- tanda vital
H :
·
TD : 110/60
mmHg
·
N : 84 x/m
·
S : 36,5 c
·
RR : 22 x/m
-
Memberikan obat Analgetik ketorolac 30 mg drip via
infuse RL 500cc
R: klien menerima
tindakan keperawatan
H: klien tidak
meringis kesakitan lagi
-
Mengkaji ulang skala nyeri yang
dialami klien
H : skala nyeri klien
4-6 ( sedang)
-
Menganjurkan klien untuk tidak banyak bergerak
H: nyeri klien sedikit
berkurang
-
Memantau tanda- tanda vital
H :
·
TD : 100/60 mmHg
·
N : 84 x/m
·
S : 36,6
·
RR : 20 x/m
-
Memberikan obat Analgetik ketorolac 30 mg drip via infuse RL 500cc
R: klien menerima
tindakan keperawatan
H: klien tidak
meringis kesakitan lagi
|
M.
Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
2
|
14 Juni 2012
08.30
08.40
15 Juni 2012
08.30
08.45
16 Juni 2012
08.00
09.30
|
-
Mengkaji pola aktifitas
klien
H: klien hanya tampak berbaring
-
Tingkatkan
mobilitas ekstremitas atau Latih rentang pergerakan sendi pasif
R: klien mau mengikuti anjuran perawat
H: klien mau tangannya digerakkan oleh perawat
-
menginspeksi kulit
terutama yang bersentuhan dengan tempat tidur
H: tidak ada tanda- tanda dekubitus
-
Posisikan
tubuh sejajar
untuk mencegah komplikasi
R: klien menerima tindakan perawat
H: klien baring dalam posisi terlentang
-
Menganjurkan keluarga
untuk memandikan klien dengan air hangat.
R: keluarga menerima anjuran perawat
H: klien tampak bersih setelah setelah dimandikan
-
Mengawasi
seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien jika di perlukan.
H: pemenuhan kebutuhan klien dibantu keluarga dan
perawat
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
3
|
14 juni 2012
09.00
09.15
15 juni 2012
09.10
09.20
16 juni 2012
09.00
|
-
mengkaji adanya gangguan
pola eliminasi (BAB)
H: klien tidak bisa mengontrol BAB nya
-
mengobservasi adanya feses di pampers klien
H: terdapat feses di pempers klien
-
menganjurkan kepada klien
untuk memberi tahu perawat atau keluarga kalau terasa BAB
R:klien menerima anjuran perawat
-
Menganjurkan kepada
keluarga untuk sering mengawasi klien
R: klien mau menerima anjuran perawat
H: klien mengerti saran perawat
-
Menjelaskan kepada klien tentang
adanya gangguan pola eliminasi.
H: klien tau adanya gangguan eliminasi pada dirinya
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
4
|
14 Juni 2012
09.15
09.20
15 Juni 2012
09.30
09.45
16 Juni 2012
09.15
09.20
09.30
|
-
Mengkaji keadaan umm klien
H: klien tampak lemah
-
Mengkaji pola kebersihan
klien
H: klien belum mandi selama dirawat di rumah sakit
-
Mengkaji ulang keadaan umum klien
H: klien tampak lemah
-
Mengkaji ulang pola kebersihan klien
H: klien belum mandi selama dirawat di rumah sakit
-
Mengkaji ulang keadaan umum klien
H: klien tampak lemah
-
Mengkaji ulang pola kebersihan klien
H: klien belum mandi selama dirawat di rumah sakit
-
Melakukan personal hygiene (mandi)
pada klien
R: klien
mau dimandikan
H: klien
tampak bersih
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
5
|
14 Juni 2012
10.00
10.15
15 Juni 2012
10.00
10.15
16 Juni 2012
10.30
11.00
|
-
Kaji tingkat
pengetahuan klien
H: klien tidak mengetahui peyakit yang di deritanya
-
Kaji latar
belakang pendidikan klien
H: klien hanya tamatan SD
-
Kaji ulang tingkat pengetahuan
klien
H: klien tidak mengetahui peyakit yng di deritanya
-
Kaji ulang latar belakang
pendidikan klien
H: klien hanya tamatan SD
-
Berikan penkes
kepada klien dan keluarga tentang penyakit dan diit makanan yang dapat
mempercepat penyembuhan
R: klien tampak antusias dalam mendengarkan penkes
H: klie mengerti tentang penyakit yang di deritanya
-
Evaluasi dari
apa yang telah disampaikan
H: klien mengerti tentang materi yang telah di
sampaikan
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
F.
CATATAN PERKEMBANGAN
No
Dx
|
Tanggal
& Waktu
|
Perkembangan
( S O A P)
|
Nama
& TTD Perawat
|
1
|
14 Juni 2012
13.10
15 Juni 2012
13.10
16 Juni 2012
13.10
|
S : Klien mengatakan bagian
belakangnya nyeri
O : Klien tampak meringgis saat
bergerak dan diam
TTV:
·
TD : 100/60
mmHg
·
N : 89 x/m
·
S : 36,3c
·
RR : 23 x/m
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan tindakan keperawatan
-
Kaji ulang skala
nyeri yang dialami klien
-
Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
-
Berikan obat Analgetik ketorolac 30 mg drip via infuse RL 500cc
-
Pantau tanda- tanda vital
S : Klien mengatakan nyeri bagian
belakangnya masih
terasa
-
Skala nyeri (4-6)
O : Klien masih tampak meringis
TTV:
·
TD : 110/60
mmHg
·
N : 84 x/m
·
S : 36,5 c
·
RR : 22 x/m
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjtkan intervensi
-
Kaji ulang skala dan
karakteristik nyeri klien
-
pantau TTV
-
Anjurkan klien untuk tidak
banyak bergerak
-
berikan obat analgetik ketorolac 30mg drip via infuse RL 500cc
S : Klien mengatakan nyeri di bagian belakangnya
O : Klien masih tampak meringis saat
bergerak dan diam
-
Skala nyeri (4-6)
-
TTV:
·
TD : 100/60 mmHg
·
N : 84 x/m
·
S : 36,6
·
RR : 20 x/m
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjtkan intervensi
-
Kaji skala dan
karakteristik nyeri klien
-
pantau TTV
-
Ajarkan kembali tekhnik relaksasi
-
berikan obat analgetik ketorolac 30mg drip via infuse RL 500cc
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
2
|
14 Juni 2012
13.40
15 Juni 2012
13.40
16 Juni 2012
13.40
|
S : Klien mengatakan hanya
beraktifitas di tempat tidur
O : Klien tampak hanya beraktifitas di
tempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
-
menginspeksi kulit
terutama yang bersentuhan dengan tempat tidur
-
Posisikan
tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi
S : Klien mengatakan hanya
beraktifitas di tempat tidur
O : Klien tampak hanya beraktifitas di
tempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan tindakan keperawatan
-
Awasi seluruh
upaya mobilitas dan bantu pasien jika di perlukan.
-
Anjurkan
keluarga untuk memandikan klien dengan air hangat
S : Klien mengatakan hanya
beraktifitas di tempat tidur
O : Klien tampak hanya beraktifitas di
tempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan tindakan keperawatan
-
tingkatkan kembali mobilitas dan
pergerakan yang optimal.
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
3
|
14 Juni 2012
13.40
15 Juni 2012
13.40
16 Juni 2012
13.40
|
S: klien mengatakan tidak bisa mengontrol BAB nya
O: tampak feses di pempers klien
A: masalah pola eliminasi belum teratasi
P: lanjutkan intevensi
-
menganjurkan kepada klien
untuk memberi tahu perawat atau keluarga kalau terasa BAB
-
Anjurkan
kepada keluarga untuk sering mengawasi klien
S: klien mengatakan masih tidak bisa mengontrol BAB nya
O: tampak feses di pempers klien
A: masalah pola eliminasi belum teratasi
P: lanjutkan intevensi:
-
Jelaskan
kepada klien tentang adanya gangguan pola eliminasi
S: klien mengatakan masih belum bisa mengontrol pola BAB nya
O: klien tampak BAB dalam celana
A: masalah pola eliminasi belum teratasi
P: lanjutkan intevensi:
-
Anjurkan
kepada keluarga untuk sering mengawasi klien
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
4
|
14 Juni 2012
13.20
15 Juni 2012
13.20
16 Juni 2012
13.20
|
S : Klien mengatakan sudah 2 hari
belum mandi
O : Badan, kaki dan tangan klien
tampak kotor
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
-
Kaji ulang keadaan umum klien
-
Kaji ulang pola kebersihan klien
-
Bantu klien
memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi)
S : Klien mengatakan sudah 3 hari
belum mandi
O : Badan , kaki dan tangan klien
tampak kotor
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
-
Kaji ulang
keadaan umum klien
-
Kaji ulang pola kebersihan klien
- Bantu pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien
(mandi)
S : Klien mengatakan terasa segar setelah mandi
O : Badan klien tampak bersih
A : Masalah teratasi
P : hentikan tindakan
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
5
|
14 Juni 2012
13.30
15 Juni 2012
13.30
16 Juni 2012
13.30
|
S : Klien mengatakan kurang paham
dengan penyakitnya
O : Klien tampak bingung
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
-
Berikan penkes kepada keluarga dan klien tentang
penyakitnya
S : Klien mengatakan kurang paham
dengan penyakitnya
O : Klien tampak bingung
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
-
Berikan penkes
kepada klien dan keluarga
S : Klien mengatakan sudah paham
dengan penyakitnya
O : Klien tidak tampak bingung
A : Masalah kurang pengetahuan teratasi
P : Hentikan tindakan keperawatan
|
M.Jumadin
M.Jumadin
M.Jumadin
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Penulis dalam bab ini membahas tentang asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada Tn.S dengan gangguan Sistem
Muskuloskeletal ; Fraktur lumbal yang di rawat di ruang Bedah Umum Pria (C ) Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak.
Pembahasan
pada kasus ini adalah berdasarkan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang dikaitkan dengan
landasan teoritis dan asuhan keperawatan yang nyata.
Pelaksanaan dan pendekatan proses keperawatan ini
dilaksanakan selama tiga hari mulai dari tanggal 14 Juni 2012 sampai dengan tanggal
16 Juni 2012, penulis berperan sebagai
perawat pelaksana asuhan keperawatan
tersebut yang bekerja sama dengan tim kesehatan lain.
Selanjutnya akan diuraikan pembahasan kasus mengenai
asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien.
75
|
A. Pengkajian
Menurut Carpenito
& Moyet, (2005) dalam Potter & Perry, (2009) Pengkajian adalah proses
pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status
kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk
menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya. Pengkajian
keperawatan meliputi dua tahap yaitu pengumpulan data/verifikasi data dan
menganalisa data
Pengkajian merupakan tahap awal dalam
proses keperawatan yang mendasari pengkajian terhadap klien. Klien di pandang
sebagai manusia yang utuh dan dari segi
bio-psiko-sosio – kultural- spritual yang apabila mengalami gangguan
akan menyebabkan kondisi tidak seimbang dan memerlukan suatu adaptasi dalam
melaksanakan pengkajian data di peroleh melalui wawancara langsung dengan klien
dan keluarga, observasi atau mengamati langsung, pemeriksaan fisik, membaca
hasil pemeriksaan penunjang catatan keperawatan dan catatan medis.
Penulis mengumpulkan data berdasarkan dengan teori yang ada, untuk
data dasar sebagian telah di dapat dari catatan keperawatan ataupun catatan
medis. Adapun hal-hal yang perlu dikaji ulang sebelum melakukan wawancara
penulis terlebih dahulu membina hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarga sehingga klien mengungkapkan masalah yang dirasakan, memberi jawaban
atas pernyataan dan bertanya bila pertanyaan penulis belum dapat mengerti.
Adapun hasil pengkajian yang
penulis temukan pada Tn.S yang sesuai dengan konsep teoritis yaitu : klien
sudah merasakan tanda dan gejala tejadinya fraktur lumbal seperti nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, nyeri tekan otot, hiperestesia
tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma. Awal
mula kejadian nya adalah saat klien bekerja lalu tertimpa runtuhan tanah dengan posisi jongkok, dan beberapa
saat setelah itu pada kedua kakinya
terasa dingin dan tidak bisa di gerakkan, kondisinya klien saat itu lemah dan
untuk keluhan di rumah sakit klien mengeluh nyeri pada bagian belakangnya,
klien mengatakan hanya dapat berbaring ditempat tidur dan semua kebutuhannya
dibantu oleh keluarga dan perawat, klien jga mengatakan sudah dua hari
belum mandi. .
Adapun data yang penulis temukan
pada Tn.S namun tidak sesuai dengan sumber utama pada konsep teoritis adalah
terjadinya inkontinensia alvi . Hal ini mungkin dikarenakan terjepitnya saraf pada lumbal IV dan V, dan masalah kurang pengetahuan pada klien hal ini dimungkinkan karena
klien belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan dari perawat ruangan.
Kerjasama yang diberikan oleh
klien dan keluarga klien memudahkan penulis dalam mengumpulkan data-data yang
memungkinkan penulis untuk menetapkan asuhan keperawatan yang sesuai kepada Tn.
S Sebelumnya penulis telah membina hubungan saling percaya dengan klien. Klien
mau mengungkapkan masalah-masalah yang klien rasakan dan memberikan jawaban
atas pertanyaan penulis.
Adapun yang menjadi penghambat
didalam melakukan pengkajian terhadap Tn. S yaitu tidak tersedianya hasil
pemeriksaan penunjang radiologi seperti dilakukan pemeriksaan, CT Scan, MRI, Elektromiografi dan
Pemeriksaan Hantaran Saraf Sehingga penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan penegakan diagnosa kepada klien.
B.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito & Moyet, (2005) dalam Potter & Perry, (2009) Diagnosis
keperawatan dan masalah kolaborasi menggambarkan batas kondisi klien
yang memerlukan asuhan keperawatan.
Pada tahap ini penulis menganalisa
dan mensintesis data yang telah dikelompokkan, kemudian penulis melakukan
penilaian klinik tentang respon klien dan keluarga terhadap masalah kesehatan /
proses kehidupan yang aktual dan resiko. Pada tinjauan teoritis terdapat 5
diagnosa keperawatan. Penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul pada
Tn. S yang sesuai dengan sumber utama dalam perumusan diagnosa dan rencana
keperawatan Menurut Arif Muttaqim, (2005, hlm.
14-15) diagnosa keperawatan yang muncul pada trauma medulla spinalisadalah
sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf,
cedera neuromuskular, dan refleks spasme otot sekunder.
2.
Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
3.
Defisit perawatan diri;mandi .
Tetapi
di sini Penulis menemukan 2 diagnosa yang muncul dan tidak terdapat sumber utama dalam perumusan diagnose dan
rencana keperawatan untuk sistem muskuloskeletal secara teoritis, namun penulis
berinisiatif untuk mencari perumusan diagnose tersebut dengan sumber lain
sehingga muncul suatu diagnosa seperti berikut menurut NANDA, (2011):
1.
Inkontinensia
defekasi berhubungan dengan Kerusakan saraf motorik bawah
2.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan Kurang
terpajannya
informasi
C. Perencanaan
Keperawatan
Pada tahap perencanaan ini, penulis
membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan yang telah dibuat, kemudian
penulis merumuskan tujuan dan kriteria hasil dengan jelas, dapat diukur, dapat
dicapai, realistis dan penentuan waktu yang sesuai dengan tujuan sehingga
memungkinkan dicapai oleh klien. Kemudian penulis mendesain intervensi dengan
landasan teoritis yang penulis sesuaikan dengan kondisi dan penyakit klien.
Adapun faktor pendukung yang penulis
rasakan pada tahap ini adalah adanya persamaan antara diagnosa yang muncul
dengan pedoman teoritis sehingga dalam penyusunan rencana keperawatan tersebut
penulis hanya tinggal menyesuaikan perencanaan yang telah ada pada rencana
keperawatan teoritis dengan kondisi pasien. Sedangkan untuk hambatan pada tahap
ini tidak begitu dirasakan oleh penulis, karena dalam menyusun intervensi
penulis memodifikasi berdasarkan teori lain dan disesuaikan dengan kondisi
klien, serta sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit.
D. Pelaksanaan
Keperawatan
Pada tahap ini penulis dapat
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat baik tindakan mandiri keperawatan maupun tindakan kolaboratif. Dalam hal
ini penulis sebagai anggota tim keperawatan mengimplementasikan intervensi
keperawatan dengan berlandaskan teori, baik secara mandiri maupun kolaboratif
sesuai dengan penyakit yang diderita pasien dan kondisi pasien saat itu.
Adapun faktor pendukung pada tahap ini
adalah kerjasama yang baik dengan tim kesehatan lain dan partisipasi dan klien
dan keluarga sehingga penulis dapat melaksanakan rencana yang telah penulis
buat dengan baik. Sedangkan untuk faktor penghambat pada tahap ini tidak
ditemukan karena semua perencanaan yang telah dibuat telah dilaksanakan
semuanya.
E. Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil di capai.
Adapun hasil dan pengevaluasian
masing-masing diagnosa keperawatan yang terdapat pada Tn.S yaitu :
1.
Nyeri;akut berhubungan dengan Terputusnya kontinuitas jaringan tulang.
Masalah ini masih belum
teratasi, karena masih belum sesuai
dengan kriteria hasil yang tercantum dalam perencanaan keperawatan salah
satunya adalah skala nyeri klien masih 4-6(sedang), dan klien masih tampak
meringis kesakitan, saat ditekan tulang belakangnya jadi untuk menindak lanjuti
masalah tersebut penulis mencoba untuk berkolaborasi
dengan perawat ruangan dan dokter untuk melanjutkan semua intervensi yang telah
di rencanakan sampai masalah tersebut berkurang bahkan hilang.
2.
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan Fraktur lumbalis
Masalah ini masih belum
teratasi, karena masih belum sesuai
dengan kriteria hasil yang tercantum dalam perencanaan keperawatan salah
satunya adalah klien masih tampak lemah dan semua kebutuhan klien masih dibantu
oleh perawat dan keluarga jadi untuk menyelesaikan masalah tersebut hendaknya
intervensi yang telah penulis rencanakan bisa dapat dilakukan atau teruskan
oleh perawat ruangan.
3.
Inkontinensia
defekasi berhubungan dengan Kerusakan saraf motorik bawah
Masalah ini belum
teratasi, karena belum sesuai dengan tujuan dan criteria hasil yang tercantum
pada bagian perencanaan keperawatan, klien masih belum bisa untuk mengontrol
pola BAB nya sehingga klien masih harus selalu di observasi untuk pola BAB nya.
Jadi untuk solusinya di harapkan kepada perawat dan keluarga untuk selalu
mengobservasi keadaan klien dan pola BAB
nya.
4.
Defisit perawatan diri;mandi berhubungan dengan Fraktur lumbalis
Masalah ini menjadi
masalah yang teratasi. Karena kondisi klien sudah tampak bersih dari sebelumnya
dan sudah sesuai dengan criteria hasil.
5.
Kurang Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpajannya
informasi
Masalah ini menjadi masalah
kedua yang berhasil setelah masalah defisit perawatan diri, karena setelah
dilakukan tindakan pembelajaran klien dan keluarga mampu menjawab pertanyaan
yang menjadi indikator pencapaian tingkat pemahaman sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat.
Dari kelima diagnosa
diatas, baik yang teratasi sebagian maupun yang belum teratasi, penulis telah
melakukan kolaborasi untuk melanjutkan asuhan keperawatan yang sesuai dengan
permasalahan tersebut, serta melibatkan keluarga dalam perawatan.