Rabu, 22 September 2010
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan dasar manusia yang digunnakan untu kelangsungan metabolisme sel tubuh untuk mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ sel tubuh. (Alimul, Aziz).
Memberikan aliran gas O2 sebanyak 21% pd tekanan 1 atm sehingga konsentrasi O2 meningkat dlm tubuh (www. Dheas batam. Island.mht.com).
B. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi.
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru.
1. Saluran pernapasan bagian atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri atas :
a. Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melaui hidung oleh bulu yang ada dalam festibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
b. Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak sampai eusofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang Hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).
c. Laring (tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membrane, terdiri atas 2 lamina yang bersambung di garis tengah.
d. Epiglotis
Epiglotis merupakan katub tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat proses menelan.
2. Saluran pernapasan bagian bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas :
a. Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke-5. Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tidak lengkap berupa cicin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Brongkus
Brongkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas 2 percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan brongkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
c. Brongkiolus
Brongkiolus merupakan saluran percabangan setelah brongkus.
3. Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diagfragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang di selaputi olek pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairaa n pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas 2 bagian yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung berserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
C. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transfortasi gas :
1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfir ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin semakain tinggi; adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempis; adanya jalan nafas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan dapat terjadi); refleks batuk dan muntah; dan adanya peran mucus siliaris sebagai barier atau penangkal benda asing yang mengandung interferon dan dapat meningkatkan virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah, komplience dan recoil. Komplience merupakan kemampuan paru-paru untuk mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta ganguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik nafas ,sedangkan recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru,. Apabila koplience baik namun recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
Pusat pernafasan, yaitu medulla oblongata dan Pons, dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan rangsangan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan bila PCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi usat pernapasan.
2. Difusi gas.
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di Alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan Alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membrane, respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel elveoli dan intersisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan), perpedaan tekanan dan konsentrasi o2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi daritekanan O2 dalam darah vena pulmonali, masuk kedalam darah secara difusi), PCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi kedalam alveoli, dan afinitas gas (kemampuan menembus dan saling mengikat hemoglobin-hb).
3. Transportasi gas.
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler kejaringan tubuh dan CO2 jaringa tubuh ke kapiler.
Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan hb membentuk karbominohehemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruha (hematokrit), serta eritrosit dan kadar hb.
D. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
1. Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini dapa terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan ujung saraf dapat mengeluarkan Neurontransmiter (untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk para simpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkhontriksi) kaarena pada saluran pernapasan terdapat reseptoe adrenergic dan reseptor kolinergik.
2. Hormone dan obat
Semua hormone termasuk derivate catecholamine dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong para simpatis, seperti sulvas atropine dan ekstrakbelladona, dapat melebarkan sluran nafas, sedangkan obat yang menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta non selektif, dapat mempersempit saluran nafas (bronkhontriksi).
3. Alergi pada saluran nafas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang, sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Fator-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan rangsangan di daerah nasal; batuk bila di saluran pernapasan bagian atas; bronkhontriksi pada asma bronkhiale; dan therinitis dan renitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi, Karena usia organ dalam tubuh berkembangb seiring usia perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature, adanya kecendrungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.
5. Lingkungan.
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kenbutuhan oksigenasi, seperti factor alergi, ketinggian tanah dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Perilaku.
Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku dal;am mengonsumsi makan (status nutrisi), sebagai contoh obesitas dapat mempengaruhi proses perkembangan paru, aktifitas dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok dapat menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain.
E. Jenis pernapasan
1. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal merupakan proses masuknya O2 dan keluarnya CO2 dari tubuh, sering disebut sebagai pernapasan biasa. Proses pernapasan ini dimulai dari masuknya oksigen melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, kemudian oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, lalu oksigen akan menembus membrane yang akan diikan oleh hb sel darah merah dan dibawa ke jantung. Setelah itu sel darah m,erah dipompa oleh arteri ke seluruh tubuh utuk kemudian meninggalkan paru dengan tekanan oksigen 100 mmHg. Karbondoiksida sebagai hasil pembuangan metabolism menembus membrane kalpiler alveolar, yakni dari kapiler darah ke alveoli dan melalui pipa bronchial (trakea) dikeluarkan melalui hidung.
2. Pernapasan internal.
Pernapasan internal merupakan proses terjadinya pertukaran gas antar sel jaringan dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan proses metabolismetubuh, atau juga dapat dikatakkan bahwa pernapasan ini diawali denagan darah yang telah menjenuhkan hb-nya kemudian mengitariseluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler dan bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari hb dan darah menerima sebagai gantinya dan menghasilkan karbondioksida sebagai buanganya.
F. Masalah kebutuhan oksigenasi.
1. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupnya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalan tingakat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, menurunya perfusi jaringan, atau ganguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen.
2. Perubahan pola pernapasan.
a. Tachypne.
Merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 x permenit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektoksis atau terjadinya emboli
b. Bradipnea
Merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10x permenit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan intrakraniak yang disertai narkotik atau sedative.
c. Hiperventilasi
Merupakan cara tubuh dalam mengompenisasi peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denut nadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2 dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebakan oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basah, atau ganguan psikologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan hipokapnea, yaitu berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normal, sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan menurun.
d. Kusmaul
Merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang dalam kadaan asodosis metabolic.
e. Hipoventilasi
Merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau ketidak seimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atlektasis, lumpunya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan, peningkatan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru dan toraks, serta penurunan komplience paru dan toraks. Keaadaan demikian dapat menyebakan hiperkapnea, yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga PCO2 meningkat akibat hipoventilasi) mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
f. Dipsnea
Merupakan perasaan sesaak dan berat saat pernapasan. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.
g. Ortopnea
Merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestik paru.
h. Cheyne stokes
Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun,berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
i. Pernapasan paradoksial
Merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal sering ditemukan pada keadaan etelektapsis.
j. Biot
Merupakan pernapasan dengan iramayang mirip dengan cheypne stokes tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intra cranial yang meningkat, trauma kepala dan lain-lain.
k. Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasmetrackea atau opstruksi laring.
3. Obtsruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk secara efektif, dapa disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi,immobilisasi, stasi, sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti cerebrovascular accident (cva), efek pengobatan sedative, dan lain-lain.
Tanda-tanda klinis :
a. Batuk tidak efektif.
b. Tidat mampu mengeluarkan sekresi di jalan nafas.
c. Suara napas menunjukan adanya sumbatan.
d. Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal.
4. Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun karbon dioksida antara alveoli paru dan system vaskuler, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau immobilisasi akibat penyakit system saraf, depresi susunan saraf pusatatau penyakit radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan difusi, penebalan membrane alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan O2 dari paru kejaringan akibat rasioventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracunan CO2 dan terganggunya aliran darah.
Tabda klinis ;
a. Dispnea pada usaha napas
b. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c. Agitasi.
d. Lelah, letargi.
e. Meningkatnya tahanan vascular paru.
f. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya PCO2
g. Sianosis.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Masalah pernapasan yang pernah dialami
1) Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
2) Pernah mengalami batuk dengan sputum.
3) Pernah mengalami nyeri dada.
4) Aktifitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala do atas.
b. Riwayat penyakit pernapasan
1) Apakah sering mengalami ISPA, alergi batuk, asma, TBC, dan lain-lain.
2) Bagaimana frekuensi setiap bagian.
c. Gaya hidup
1) Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok.
2. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
a. Mata
Kunjungtiva pucat (karena anemia), sianosis (hipoksemia),terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis).
b. Kulit.
Sianosis perifer (vaso kontriksi dan penurunan aliran darah perifer),sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor kulit (dehidrasi), edema.
c. Jari dan kuku, sianosis, clubbing finger.
d. Mulut dan bibir
Membrane mukosa sianosis, pernapasan dengan mengerutkan mulut.
e. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
f. Vena leher, adanya distensi.
g. Dada
Retraksi otot bantu pernapasan (karena meningkatnya aktifitas pernapasan, dipsnea, atau obstruksi jalan napas), pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan kanan, tacti fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran/ rongga pernapasan, suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial), suara napas tidak normal (creckler/rales, ronkhi, wheezing, friction rub/pleura frection), bunyi perkusi (rensonan, hyperrensonan, dullness).
h. Pola pernapasan, Eupnea (pernapasan normal) 16-24, Tacypnea (pernapasan cepat) > 24, Bradypnea (pernapasan lambat) < 16.
3. Pemeriksaaan penunjang.
a. Tes untuk menentukan keadekuatan system konduksi jantung : EKG, exercise stress tes.
b. Tes untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah : Echocardiography, kateterisasi jantung, Angiografi.
c. Tes untuk mengukur ventilasi dan oksigenasi : tes fungsi paru-paru dengan spirometri, tes astrup, oksigemetri, pemeriksaan darah lenglap.
d. Melihat struktur system pernapasan : X-ray thoraks, brongkhoskopi, CT scan paru.
e. Menentukan sel Abnormal/infeksi sisteem pernapasan : kultur apus tenggorokan, sitologi, Spesiment sputum (BTA).
B. DIAGNOSA KEPERWATAN DAN INTERVENSI.
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebbutuhan oksigenisasi diantaranya adalah :
1. Tidak efektifnya cara pembersihan saluran pernapasan.
Definisi kondisi dimana pasien tidak mampu membersihkan secret sehingga menimbulkan oubstruksi saluran pernapasan dalam rangka mempertahankan saluran pernapasan.
Kemungkinan berhubungan dengan : menurunnya energy dan kelelahan, infeksi trakheobronkial, gangguan kognitif dan persepsi, trauma, bedah toraks.
Kemungkinan data yang ada : suara napas tidak normal, prubahan jumlah pernapasan, batuk, sianosis, demam, kesulitan bernapas.
Kemungkinan masalah klinik yang pada : ARDS, cystic fibrosis, Pneumenea, injuri dada, Ca, paru, gangguan neuromuscular, COPD.
Tujuan yang diharapkan : saluran pernapasan pasien menjadi bersih, pasien dapat mengeluarkan secret, suara napas dan keadaan kulit menjadi normal.
Intervensi Rasional
1. Sediakan alat suction dalam kondisi baik. Peralatan dalam keadaan baik
2. Monitor jumlah, bunyi nafas, AGD, efek pengobatan bronchodilator. Indikasi dasar kepatenan/gangguan pernapasan.
3. Pertahankan intek cairan 3000ml/hari jika tidak ada kontra indikasi. Membantu mengencerkan secret.
4. Terapi inhalasi dan latihan pernapasan dalam dan bentuk efektif. Mengeluarkan secret.
5. Bantu oral hygiene setiap 4 jam. Memberikan rasa nyaman.
6. Mobilisasi pasien setiap 2 jam Mempertahankan sirkulasi.
7. Berikan pendidikan kesehatan (efek merokok, alcohol, menghindari alergan, latihan bernapas). Mencegah komplikasi paru.
2. Tidak efektifnya pola pernapasan.
Definisi : kondisi dimana pola inhalasi dan ekshalasi pasien tidak mampu karena adanya gangguan fungsi paru.
Kemugkina berhubungan dengan : Obstruksi tracheal, pendarahan aktif, menurunnya ekspansi paru, infeksi paru, depresi pusat pernapasan, kelemahan otot pernapasan.
Kemungkinan data : perubahan irama pernapasan dan jumlah pernapasan, dipsnea, penggunaan otot tambahan pernapasan, suara pernapasan tidak normal, batuk disertai dahak, menurunnya kapasitas vital, kecemasan.
Kondisi klinik berhubungan dengan : Penyakit kangker, infeksi pada dada, penggunaan obat dan keracunan alcohol, trauma dada, Myasthenia gravis, guillian barre syndrome.
Tujuan yang diharapkan : pasien dapat mendemontrasikan pola pernapasan yang efektif, data objektif menunjukan pola pernapasan ynag efektif, pasien merasa lebih nyaman dalam bernapas.
Intervensi Rasional.
1. membantu Berikan oksigen sesuai program. Mempertahankan oksigen arteri.
2. Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital, warna kulit, AGD. Mengetahui status pernapsan.
3. Laksanakan program pengobatan. Meningkatkan pernapasan.
4. Posisi pasien Fowler Meningkatkan pengembangan paru.
5. Bantu pada terapi inhalasi. Membantu pengeluaran secret.
6. Alat-alat emergensi disiapkan dalam kondisi baik Kemungkinan terjadi kesulitan bernapas yang akut.
7. Pendidikan kesehatan. Perlu adaptasi baru dengan kondisi sekarang.
3. Menurunnya perfusi jaringan tubuh.
Defenisi : kondisi di mana tidak adekuatnya pasokan oksigen akibat menurunnya nutrisi dan oksigen pada tingkat seluler.
Kemungkinan berhubungan dengan : vasokontriksi, hipovolemia, thrombosis vena, menurunnya aliran darah, edema, pendarahan, immobilisasi.
Kemungkinan data yang ada : edema, pulpasi perifer kecil, capillary refill lambat, perubahan warna kulit/pucat, menurunnya sensasi, penyembuhan luka lama, cyanosis.
Kondisi klinis berhubungan dengan : CHF, infark miokardial, peradangan pada jantung, pipertensi, syok, COPD.
Tujuan yang diharapkan : menurunnya insufisiensi jantung, suara pernapasan dalam keadaan normal.
Intervensi Rasional.
1. Monitor denyut jantung , dan irama. Mengetahui kelainan jantung.
2. Monitor tanda vital, bunyi jantung, CVP, edema, tingkat kesadaran. Data dasar untuk mengetahui perkembangan pasien.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan AGD, elektrolit darah lengkap. Mengetahui keadaan umum pasien.
4. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan. Mengurangi kecemasan dan lebih kooperatif.
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan. Meningkatkan perfusi.
6. Ukur intake dan outtake cairan. Mengetahui kekurangan dan kelebihan.
7. Lakukan perawatan kulit, seperti pemberian lotion. Menghindari ganguan integritas kulit.
8. Hindari terjadinya palsava maneuver, seperti mengedan, menahan napas, dan batuk. Mempertahankan pasokan oksigen.
9. Batasi pengunjung. Mengurangi stress dan energy untuk bicara.
10. Berikan Pendidikan kesehatan. Meningkatkan pengetahuan dan mencegah terjadinya kambuh dan komplikasi.
4. Ganguan pertukaran gas.
Defenisi Suatu kondisi dimana pasien mengalami penurunan pengiriman oksigen dan karbondioksida di antara alveoli paru dan system vaskuler.
Kemungkinan penyebab : penumpukan cairan dalam paru, ganguan pasokan oksigen, obstruksi saluran pernapasan, brongkhospasme, atelaktasis, edema paru, pembedahan paru.
Kemungkinan data ditemukan : sesak napas, penuruna kesadaran, nilai AGD tidak normal, perubahan tanda vital, sianosis,/takhikardi.
Tujuan yang diharapkan : dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas, pasien dapat menunjukan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti : tanda vital, nilai AGD, dan Ekspresi wajah.
Intervensi. Rasional.
1. kaji tanda vital,nyeri, kesulitan bernapas, hasil laboratorium, retraksi sterna, penggunaan otot bantu pernapasan pengguanaan oksigen, X-Ray. Data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
2. Jaga alat emergensi dan pengobatan tetap tersedia seperti ambu bag , ET tube, suction, oksigen. Persiapan emergensi terjadinya masalah akut pernapasan.
3. Suction bila ada indikasi. Meningkatkan pertukaran gas.
4. Berikan nutrisi tinggi protein, rendah lemak. Menurunkan kebutuhan energy pencernaan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar